Rabu, 23 Oktober 2013

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KEBERADAAN PKL STUDI KASUS: PKL DI KOTA PADANG




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
            Pertumbuhan kota-kota di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran sektor informal, yang secara integral telah merasuk dalam setiap kegiatan kehidupan perkotaan. Keberadaan sektor informal tidak dapat dilepaskan dari proses pembangunan, dimana ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota, menarik arus urbanisasi ke kota. Hal ini meyebabkan pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang tidak sejalan dengan ketersediaan lapangan kerja. Dalam situasi inilah para pencari kerja lari ke sektor informal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu usaha sektor informal adalah pedagang kaki lima (PKL).
             Dalam perkembangannya PKL menghadapkan pemerintah pada kondisi yang dilematis, disatu sisi keberadaannya dapat menciptakan lapangan kerja, sedangkan dilain pihak keberadaan PKL yang tidak diperhitungkan dalam perencanaan tata ruang telah menjadi beban bagi kota. PKL beraktivitas pada ruang-ruang publik kota tanpa mengindahkan kepentingan umum, sehingga terjadinya distorsi fungsi dari ruang tersebut. Pada akhirnya kesesuaian tatanan fisik masa dan ruang kota dalam menciptakan keserasian lingkungan kota sering kali tidak sejalan dengan apa yang telah direncanakan. PKL telah memberikan dampak negatif terhadap tatanan kota, sedangkan terhadap masyarakat keberadaan PKL selain memberikan dampak negatif juga memberikan manfaat/dampak positif terhadap masyarakat.


1.2. Perumusan Masalah
            Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Pengertian Pedagang Kaki Lima
2.      Sejarah Pedagang Kaki lima
3.      Dampak positif dan dampak negatif dengan munculnya pedagang kaki lima

1.3 .Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:
1.      Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sektor Ekonomi Informal
2.      Memberikan wawasan kepada mahasiswa dalam mengkaji keberadaan PKL
3.      Menjelaskan berapa pentingnya peranan PKL terhadap sektor informal

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.  Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)
Menurut Poerwadarminta (2000) Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disingkat dengan kata PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakangerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki"gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima, namun saat ini istilah PKL memiliki arti yang lebih luas, Pedagang Kaki Lima digunakan pula untuk menyebut pedagang di jalanan pada umumnya. Istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah(Kamus Besar Bahasa Indonesia), arti yang kedua adalah lantai (tangga) dimuka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan(serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan.

2.1.1.  Sektor Informal
Menurut Lukman Sutrisno (1997) secara teoritis sektor informal sudah ada sejak manusia berada di dunia. Fenomena ini terlihat dari kemampuan manusia untuk mencukupi kebutuhan sendiri melalui kerja mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Manusia pada awalnya menunjang kehidupannya melalui lapangan kerja yang diciptakan sendiri dan dikerjakan sendiri atau self-employed. Dengan demikian pada saat itu self employed merupakan organisasi produksi yang formal. Kemampuan kerja mandiri tersebut kemudian berubah setelah masuk pengaruh budaya industri dari negara Barat. Ada dua sebab yang mendorong self-employed yang semula merupakan organisasi produksi yang formal menjadi apa yang disebut sekarang sebagai "sektor informal". Pertama, setelah revolusi industri terjadi maka berkembang cara produksi yang lebih terorganisir. Kedua, munculnya negara dan pemerintahan yang mengatur kehidupan manusia yang semakin kompleks memberikan peluang bagi warga negara untuk menjadi birokrat, pegawai negri, polisi, dan tentara. Mereka inilah yang kemudian menjadi buruh dari negara atau pemerintahan. Perkembangan selanjutnya dari para pegawai tersebut dikelompokan menjadi sektor formal dalam jenis pekerjaan. 
Sektor informal  yang lahirnya tidak dikehendaki dalam konteks pembangunan ekonomi, karena dianggap merupakan produk sampingan dari pembangunan sektor formal, mempunyai sifat-sifat yang memang bertentangan dengan sektor formal.  Sifat-sifat sektor informal yang mencerminkan adanya pertentangan dengan sektor formal tersebut antara lain: a). Dari sisi pemasaran, transaksi tawar menawar diluar sistem hukum formal dengan afinitas sosial budaya lebih menonjol, b) Perilaku sosial pelaku berhubungan erat dengan kampung dan daerah asal, c) Merupakan kegiatan illegal sehingga selalu terancam penertiban, d) Pendapatan para pelaku ekonomi sektor ini  syah tetapi disembunyikan disebut black economy atau underground ekonomi, e) Secara umum dipandang melakukan peran periferal dalam ekonomi kota dan beraneka ragam kegiatan, f) Dalam menjalankan usaha terjadi persaingan ketat diantara para pelaku ekonomi di sektor ini, g) Kebanyakan berusaha sendiri, tidak terorganisir, keuntungan  kecil, h) Kegiatan ekonomi di sektor informal tumbuh dari rakyat miskin dikerjakan oleh rakyat miskin, dan sebagian konsumennya adalah rakyat miskin.

Rabu, 16 Oktober 2013

SEJARAH PERBANDINGAN MUHAMMADIYAH dan NU

A. Pendahuluan
Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU) merupakan dua organisasi terbesar di Indonesia yang memiliki massa dalam jumlah puluhan juta orang di berbagai sudut tanah air. Dua organisasi ini telah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka dan mempunyai andil yang besar dalam usaha kemerdekaan negara Indonesia. Selain itu, dari kedua organisasi ini masyarakat Islam di Indonesia menjadi lebih berkembang dan terbina di mana pada waktu itu negara Indonesia masih dalam kungkungan penjajahan Belanda.
Pembahasan mengenai Muhammadiyah dan NU banyak sekali dikupas dalam berbagai macam bahasan yang telah dilakukan banyak orang. Dalam makalah ini kami akan mencoba membandingkan Muhammadiyah dan NU dari segi tubuh organisasi tersebut mulai dari aspek sejarah berdirinya, tujuan didirikannya, program dasar perjuangannya, susunan pengurus dan lembaga / majelis yang mejadi wadah dalam menjalankan semua kegiatan dan tujuan dari organisasi tersebut.
B. Muhammadiyah
1. Sejarah, Faktor dan Tujuan Didirikan Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 M yang bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 H di Yogyakarta. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh kalangan muhammadiyah yang menjadi faktor didirikannya organisasi ini oleh KH. Ahmad Dahlan antara lain:
a. Ia melihat bahwa umat Islam tidak memegang teguh Alquran dan sunah dalam beramal sehingga tahayul dan syirik merajalela, akhlak masyarakat runtuh. Akibatnya, amalan-amalan mereka merupakan campuran antara yang benar dan yang salah.
b. Lembaga-lembaga pendidikan agama yang ada pada waktu itu tidak efisien. Pesantren yang menjadi lembaga pendidikan kalangan bawah pada masa itu dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada waktu itu, pendidikan di Indonesia telah terpecah menjadi dua yaitu pendidikan sekular yang dikembangkan oleh Belanda dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan agama. Akibatnya, terjadi jurang pemisah yang sangat dalam antara golongan yang mendapat pendidikan sekular dan golongan yang mendapat pendidikan di pesantren.
c. Kemiskinan menimpa rakyat Indonesia terutama umat Islam yang sebagian besar adalah petani dan buruh. Orang kaya hanya mementingkan dirinya sendiri dan bahkan banyak ulama lupa mengingatkan umatnya bahwa Islam mewajibkan zakat bagi si kaya, sehingga hak-hak orang miskin menjadi terabaikan.
d. Aktivitas misi Katolik dan Protestan sudah giat beroperasi sejak awal abad ke-19 dan bahkan sekolah-sekolah misi mendapat subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.
e. Kebanyakan umat Islam hidup dalam alam fanatisme sempit, yang bertaklid buta, serta berfikir secara dogmatis. Kehidupan umat Islam masih diwarnai dengan konservatisme, formalisme dan tradisionalisme.
Melihat keadaan umat Islam yang demikian, dan didorong oleh pemahamannya yang mendalam terhadap surat Ali Imran ayat 104, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaru dan mengajak umat Islam untuk kembali menjalankan syariat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Pada mulanya, seperti yang dikutip Umar Hasyim dari Gibb dalam bukunya Modern Tren in Islam, Muhammadiyah sesuai dengan perkembangan yang ada pada masa awal kelahirannya melakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
a. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan non-Islam. Hal ini dilakukan dengan mempergiat dan memperdalam dan memperdalam penyelidikan ilmu agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya, memperteguh iman, menggembirakan (memotivasi dan memasyarakatkan) dan memperkuat ibadah, mempertinggi akhlak, mempergiat dan menggembirakan dakwah Islam serta amar ma`ruf nahi mungkar, serta mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf.
b. Mengadakan reformulasi doktrin-doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern.
c. Mengadakan reformasi ajaran-ajaran dan pendidikan Islam. Pembaharuan Muhammadiyah terlihat dari dua sisi ketika itu yaitu memberikan pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah Belanda dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri yang berbeda dengan sistem pesantren. Di sekolah ini, di samping pendidikan agama, juga diberikan pendidikan umum, tidak dilakukan pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan.
d. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan-serangan dari luar. Untuk itu, Muhammadiyah berusaha membentengi para pemuda, wanita, pelajar dan rakyat biasa dengan menimbulkan kesadaran beragama mereka dan berusaha untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupan mereka sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Keempat hal yang merupakan tujuan ini, telah menjadi aktivitas Muhammadiyah pada awal berdirinya. Tujuan ini dapat dilihat pada anggaran dasar Muhammadiyah ketika diajukan permohonan pengesahan perserikatan Muhammadiyah pada tanggal 20 Desember 1912 M. Di sana terlihat bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah itu disusun secara sederhana dalam dua kalimat, yaitu (a) memajukan serta menggembirakan pelajaran dan pengajaran agama Islam dalam kalangan sekutu-sekutunya, dan (b) memajukan serta menggembirakan hidup sepanjang kemampuan agama Islam dalam kalangan-kalangan sekutunya. Kedua rangkaian tersebut mengandung arti yang sangat dalam yang dijabarkan dalam berbagai aktivitas Muhammadiyah ketika itu. Sebagai badan hukum, Muhammadiyah baru diakui secara resmi oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 22 Agustus 1914 M, dua tahun setelah KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonannya.
Setelah pemerintahan Hindia Belanda digantikan oleh pemerintah Jepang, izin permohonan dari pemerintah Jepang tertuang dalam surat keputusan pemerintahan militer Jepang di Jawa-Madura pada tanggal 10 September 1943, dengan syarat: (a) tidak boleh mengorganisasi kaum wanita sendiri seperti fujinkai, dan tidak boleh mengorganisasi kaum pemuda dan anak-anak seperti seinendan dan syenendam, dan (b) dalam anggaran dasar harus dinyatakan dan ditulis bahwa kemakmuran bersama di Asia Timur Raya berada di bawah pimpinan Dai Nippon, dan hal itu harus dinyakini sebagai yang diperintahkan oleh Tuhan.
2. Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah yang dirumuskan dalam sidang tanwir (institusi tertinggi dalam Muhammadiyah setingkat di bawah muktamar) pada tahun 1978 menjelang muktamar Muhammadiyah ke-37 di Yogyakarta, memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Muhammadiyah adalah gerakan yang berasaskan Islam, bekerja dan bercita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khlifah di muka bumi.
b. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah SWT yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad SAW sebagai hidayah dan rahmat Allah SWT kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
c. Muhammadiyah mengamalkan Islam berdasarkan Alquran dan sunah Rasulullah SAW, serta menggunakan akal pikiran sesuai dengan ajaran Islam.
d. Muhammadiyah bekerja demi terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah (kemasyakatan) duniawi.
e. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah SWT, berupa tanah air yang mempunyai sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat pancasila untuk berusaha bersama-sama menjadikannya suatu negara adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT.
3. Pola dasar dan program dasar perjuangan Muhammadiyah
Dalam melaksanakan usaha-usaha di berbagai bidang kehidupan sebagai yang tercantum dalam anggaran dasar Muhammadiyah pasal 4 (11 butir) dan hasil penyesuaian dalam muktamar Muhammadiyah ke-40 tahun 1978 di Surabaya, Muhammadiyah berpedoman pada khittah perjuangan yang terdiri dari dua pola yaitu pola dasar perjuangan dan program dasar perjuangan. Pola dasar perjuangan Muhammadiyah terdiri atas:
a. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup yang bersumber pada ajaran Islam.
b. Dakwah Islam dan amar ma`ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagaimana yang dituntunkan oleh Muhammadiyah SAW adalah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup tersebut.
c. Dakwah Islam dan amar ma`ruf nahi mungkar tersebut harus melalui dua saluran secara serempak yaitu: (a) saluran politik kenegaraan (politik praktis), dan (b) saluran masyarakat.
d. Untuk melakukan dakwah Islam amar ma`ruf nahi mungkar seperti yang dimaksud di atas, dibuat alat-alat yang berupa organisasi yaitu: (a) untuk saluran politik kenegaraan (politik praktis) dengan alat organisasi politik (partai), dan (b) untuk saluran masyarakat dengan alat organisasi non-partai.
e. Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan islam dan amar ma`ruf nahi mungkar dalam bidang masyarakat. Untuk alat perjuangan dalam bidang kenegaraan, Muhammadiyah menyerahkannya kepada partai politik di luar organisasi Muhammadiyah.
f. Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah sasaran amar ma`ruf nahi mungkar.
g. Antara partai dan Muhammadiyah tidak ada hubungan organisatoris tetapi tetap mempunyai hubungan kemasyarakatan.
h. Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya sendiri-sendiri.
i. Pada prisnsipnya, tidak dibenarkan adanya perangkapan jabatan terutama jabatan pimpinan antara keduanya, demi tertibnya pembagian pekerjaan (spesialisasi).
Selanjutnya mengenai program dasar perjuangan Muhammadiyah dirumuskan dalam langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
a. Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai perserikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat yang terdiri atas muslimin dan muslimat yang beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
b. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat.
c. Menempatkan kedudukan perserikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar ma`ruf nahi mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di negara Indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar (UUD) 1945.
4. Struktur Pengurus Muhammadiyah
Menurut anggaran dasar pasal 6 dan anggaran rumah tangga Muhammadiyah, perserikatan Muhammadiyah terdiri atas beberapa tingkat yaitu:
a. Ranting: kesatuan anggota di suatu tempat dan merupakan satuan organisasi terbawah. Ranting ini dapat berdiri jika anggota Muhammadiyah di tempat tersebut lebih dari lima orang dan akan mempunyai amal usaha sebagai wadah gerakan mereka.
b. Cabang: kesatuan ranting-ranting dalam suatu tempat. Untuk itu, satu cabang dapat didirikan bila di daerah tersebut sudah ada paling sedikit tiga ranting dan mempunyai amal usaha sebagai wadah gerakan dalam mencapai tujuan. Cabang ini setingkat dengan kecamatan dalam pemerintahan.
c. Daerah: kesatuan cabang dalam sebuah kabupaten atau kota madya yang terdiri sekurang-kurangnya tiga cabang yang telah disahkan dan mempunyai amal usaha sebagai wadah perjuangan dalam mencapai tujuan perserikatan.
d. Wilayah: kesatuan daerah-daerah dalam sebuah propinsi atau yang setingkat serta berkedudukan di ibu kota propinsi. Suatu wilayah dapat terbentuk jika di wilayah tersebut telah ada paling tidak tiga daerah yang disahkan dan mempunyai amal usaha sebagai wadah perjuangan untuk tercapainya tujuan perserikatan Muhammadiyah.
Pimpinan Muhammadiyah juga bertingkat, mulai dari pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pinpinan daerah, pimpinan cabang dan pimpinan ranting. Pimpinan dalam segala tingkat struktur Muhammadiyah, vertikal dan horizontal , adalah orang-orang yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam pasal 5 anggaran rumah tangga Muhammadiyah yaitu telah menjadi anggota paling kurang 1 tahun, setia kepada asas, tujuan dan perjuangan perserikatan, taat kepada garis kebijaksanaan pusat, mampu dan cakap menjalankan tugas, dapat menjadi teladan yang baik bagi umat, tidak merangkap pimpinan organisasi politik dan lain sebagainya.