Senin, 13 Juni 2011

PEMBERIAN GELAR ADAT SANGSAKO


       Dalam pemberian gelar adat kepada Rusli Zainal dan Septina Primawati, tidak ada unsur politis. Hal tersebut disampaikan Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Miangkabau (LKAAM) Syafrudin Sayuti di kamar hotelnya di Arya Duta Hotel Jalan Diponegoro, Pekanbaru Provinsi Riau, Minggu (15/5) malam.
   
    Sejak Januari lalu, pemberian gelar adat kepada tokoh masyarakat bukan keturunan minang yang ke 17 dan 18 ini memang telah dipersiapkan LKAAM setelah mendapat surat dari Ikatan Keluarga Minang Riau (IKMR). Surat tersebut diterima Sayuti setelah IKMR mengadakan seminar dan pengkajian mengenai pemberian gelar ini. Kemudian, oleh pucuk pimpinan LKAAM Sumatra Barat, terdapat usulan agar dapat diberikan gelar kehormatan kepada Rusli Zainal dan Septina Primawati.



    Ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan LKAAM dalam prosesi adat tersebut. Pertama, ungkap Sayuti, karena ada kejadian terbakarnya Istana Baso Pagaruyung di Batusangkar. Seminggu setelah kejadian itu, Rusli Zainal lekas berkunjung dan memberikan bantuan sebesar 1 Milyar. Selanjutnya, Pada akhir September 2009 lalu, bantuan juga diberikan lagi oleh Rusli untuk bantuan gempa, sekaligus bantuan terhadap korban tsunami di Mentawai yang juga terjadi beberapa waktu lalu.

    "Di minang ada ungkapan, sakik silau manyilau, mati janguak manjanguak," tukas Sayuti. Dalam hal ini, Rusli cepat menanggapi kondisi masyarakat minang, terutama yang ada di Riau. Dari 4,8 juta penduduk Riau, 1,3 juta di antaranya merupakan keturunan minang yang tersebar di kabupaten/kota di Riau. Sayuti mengatakan, masyarakat minang di Riau merasa sangat dilindungi.
   

    "Tidak ada pertengkaran apalagi dari segi usaha atau berdagang," ujar dosen Universitas Bung Hatta ini.

    Kemudian, surat yang disampaikan IKMR tersebut dirapatkan oleh LKAAM sebanyak 3 kali. Rapat pleno pertama dilaksanakan pada 7 Maret lalu yang dihadiri pengurus harian. Selanjutnya, pada 14 Maret dilaksanakan pula rapat pleno kedua yang dihadiri pengurus lengkap. Terakhir, pada 14 April juga dilaksanakan rapat pleno yang diperluas hingga tingkat kabupaten/kota.

    "Pada prinsipnya semua setuju dengan pemberiang gelar adat ini," ungkap Sayuti.

    Sayuti menambahkan, sudah sepantasnya kita melindungi kemenakan kita. Akhirnya, disepakati oleh Kerapatan Adat Pauh Limo di Kabupaten Padang Pariaman bahwa Rusli Zainal termasuk melayu asal.

    Selanjutnya, LKAAM Sumatra Barat meminta LKAAM Padang mencari peti bunyian sehingga oleh Kerapatan Adat Pauh Limo didapatlah gelar Tuanku Rajo Nan Sati untuk Rusli zainal dan Puti Reno Wulan untuk Septina Primawati.

    “Tuanku Rajo Nan Sati merupakan panggilan kehormatan kepada seseorang pejabat tertinggi di suatu tempat dia berada yang sekaliber dengan raja,” ungkap Sayuti. Sementara, Sati berarti satria, sakti, bertuah dan amanah.

    Puti Reno Wulan merupakan sanjungan kepada perempuan terbaik. Reno berarti warna-warni yang disukai semua orang, Wulan yang berarti bulan yang menerangi kegelapan malam.

    “Suku melayu menyerahkan kepada LKAAM untuk memberikan gelar dengan peti bunyian tadi. Ini baru permulaan. Kita tinggal menunggu Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) saja untuk meminta LKAAM mengeluarkan SK,” tukas Sayuti.

    Tadi pagi, di tempat yang sama secara simbolis LKAAM menyerahkan sebilah keris “Si Pahit Lidah” kepada Rusli Zainal dan selendang “Kain Cindai” kepada Septina Primawati. Adapun prosesi adat tersebut digelar juga penyerahan atau tukaran cerana oleh LKAAM dan tepak oleh LAMR.

    “Setelah pemberian gelar ini, nanti kita juga akan secara resmi mengadakan prosesi di minangkabau yang menyatakan Rusli Zainal adalah mamak di Riau,” ujar Sayuti kemudian. Pemberian gelar ini dilaksanakan di Pekanbaru karena memang demikian prosedurnya.

    “Kan gelar itu dilihat dulu oleh LAMR, nanti kalau sesuai baru kita persiapkan untuk digelar di Taman Budaya Sumatra Barat,” ucap Sayuti.

    Yang diberikan oleh LKAAM Minggu pagi kemarin hanya berupa tanda, nanti akan dikembalikan oleh LAMR kepada LKAAM. LAMR akan menjeput tepak untuk mengadakan pelewaan. Nanti ada pakaian 7 macam lagi yang merupakan pakaian kebesaran. Kemudian Rusli dan Septina dipati-ambalaukan, atas dasar itu gelar tersebut akan lekat selama-lamanya. Sekiranya nanti si penerima gelar tidak ada lagi, gelar tersebut dikembalikan lagi kepada LKAAM Sumatra Barat. Masih ada dua prosesi lagi untuk secara resmi Rusli Zainal dan Septina Primawati dapat memakai gelar adat tersebut.

    “Kita juga ingin gelar ini secepatnya diresmikan dalam prosesinya,” harap Sayuti.

    Pemberian gelar adat, dasar hukumnya pasal 6 Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ADRT) LKAAM, diberikan gelar adat kepada orang yang berjasa. Adat ini melindungi orang minang dalam kehidupan sehari-hari. “Jika ada orang yang melindungi orang minang sudah sepantasnya gelar ini kita berikan,” kata Sayuti.

    Hal ini sudah dikaji secara mendalam jauh hari sebelumnya. “Kita tidak melihat aakah ada nsur politis dan lain-lain. Kita hanya memandang dari sisi sosial saja,” ujarnya lagi. Rentetan semacam ini, sangat susah mencari hari dan waktu luang. Sehingga tanggal 15 Mei ini menjadi waktu yang tepat di mana LAMR dan LKAAM mempunyai kesempatan untuk pelaksanaan prosesi ini.

    “Apapun persoalan di dunia ini jika dikaikan denga politik, ya bisa saja!” Tegas Sayuti.

    Sayuti berharap, masyarakat tidak gegabah menilai bahwa ada unsur politik dalam pemberian gelar adat ini. Ini merupakan representasi dari pemberian gelar adat oleh LKAAM.

    “Tapi jangan sampai karena mamak kita gubernur, kita semena-mena. Mari kita bersaing secara sehat,” ujar dia.

    LKAAM ini, kata Sayuti, melindungi anak kemenakan di rumah dan di rantau. Sehingga LKAAM mencarikan mamak untuk melindungi orang minang baik di rumah maupun di rantau.

    “Saya melihat ada niat baik dari Rusli Zainal yang menginginkan agar rumpun melayu se-Sumatra ini dapat bersatu. Nanti akan ada pertemuan pada tanggal 26-27 Mei di Jambi mengenai hal ini. “Kita berjuang bagaimana agar undang-undang lembaga adat ini dapat terwujud,” harap Sayuti lagi.

    Untuk gelar Sangsako juga pernah diberikan, kepada Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono, Hamengkubowono dan Mendagri Amir Mahmud. Sedangkan untuk tingkat Kepala Daerah Gubernur Jambi, Gubernur Sumatra Selatan dan menyusul Gubernur Riau. (yan/vet)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar